Selamat datang di Sajak Sahabat, Sebuah Coretan Kecil Tentang Mimpi dan Kehidupan

Monday 17 September 2012

Yang Terpuji

Wanita janda berusia dua puluhan tahun itu duduk diatas untanya. Hatinya sangat bimbang, disatu sisi ia tidak ingin pergi, namun dia sangat memikirkan keselamatan putra tunggalnya dari kejaran orang – orang Yahudi. Perasaannya begitu rindu. Rindu kepada sang kekasih yang telah tiada. Kerinduannya begitu tak terbendung karena seseorang seperti dirinya hanya sekali jatuh cinta.
Bertahun-tahun sudah ia ditinggal mati suami tercinta, tapi kecintaan dan kerinduan tak pernah pudar dihatinya. Ketika rahimnya sudah berat, sang suami harus pergi meninggalkan rumah. Mereka hanya punya sedikit harta, lima ekor unta, sekawanan biri biri dan seorang budak, sedangkan anak mereka akan segera lahir. Bukan sebuah persiapan yang cukup untuk kelahiran seorang buah hati.
Seberat apapun rencana itu, harus tetap dijalani dan tak bisa dihindari. Ia harus ditinggal pergi. Air matanya bercucuran melepas kepergian sang suami. Kecupan terakhir yang diberikan sang suami adalah saat saat terakhir ia menatap pria tercintanya. Dan, suami tercinta itu  tidak pernah kembali.


Putra tunggalnya adalah satu satunya warisan yang ditinggalkan sang suami. Ketampanan suaminya sangat tertuang dalam wajah anaknya. Sungguh, bayangan lelaki tercinta itu selalu hadir ketika ia memandang wajah tampan putranya. Segala perasaan yang terkumpul dalam hati wanita itu perlahan menjadi rasa sakit yang luar biasa, tubuhnya melemas oleh kesakitran dan, kerinduan.
Demam yang menerpa tubuhnya membuat wanita itu hanya bisa terbaring. Terbaring lemas dirumah yang entah mengapa bisa menerimanya. Dia masih belum sadar sepenuhnya ketika ia tahu, bahwa anak lelaki tersayang memberikan pangkuannya untuk sang ibu. Wanita itu merasakan tetesan air membasahi kerongkongannya. Ia begitu bahagia saat tersadar, tangan mungil anaknya yang masih berusia enam tahun menyuapkan air ke mulutnya. Kebahagiaannya menghempaskan segala kepedihan yang menerpa.
Wanita itu mengangkat tangannya dengan gemetar, meraih tangan anak terkasih dan tercintanya dengan lembut, “Anakku, setiap yang hidup pasti mati, segala yang baru pasti basi, dan setiap yang besar pasti sirna. Ibu juga akan mati. Tapi Ibu akan meninggalkan seorang anak yang baik dan penyayang sepertimu, Anakku.”* Air mata wanita itu mengalir dari sudut mata, begitu juga dengan anaknya. Wanita itu memeluk anaknya, seolah ia tak ingin melepaskannya lagi.
Sekian detik berlalu, tak ada suara lagi. Wanita itu telah pergi menghadap Dzat yang telah menciptakannya. Putra tunggal wanita itu kini telah menjadi yatim piatu. Ia sudah tak memiliki orangtua. Entah apa yang ada dalam pikiran anak yang memiliki makna nama Yang Terpuji itu. Ia hanya menangis, tidak bersuara, hanya terisak. Ia memikirkan masa depannya yang sendiri, meski dia tidak akan pernah benar-benar sendiri.
Anak itu adalah engkau sewaktu kecil, wahai Lelaki yang Mengagungkan Ibu dan Mengasihi Anak-Anak





@soniindrayana

Cerita kisah sang Lelaki Mulia. 
Gaya penulisan terinspirasi buku "Muhammad: Para Pengeja Hujan karangan Taufik Saptoto Rohadi
*Dialog diambil dari : GK, Tasaro. 2011. Muhammad: Para Pengeja Hujan.Yogyakarta: Bentang Pustaka

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...