Selamat datang di Sajak Sahabat, Sebuah Coretan Kecil Tentang Mimpi dan Kehidupan

Sunday 23 September 2012

Dibalik Partisi

Pemuda itu menggelimpang, badannya bertelanjang dada. Celana jeans yang ia pakai sudah kelihatan lusuh. Umurnya terlihat masih sangat belia, kira-kira 16 tahun, tapi postur badannya lumayan. Muka pemuda itu bonyok, lebam di hajar pukulan orang yang keras. Kondisinya begitu lemas, badannya sehabis dipukuli oleh dua orang pria kekar yang sedari tadi berdiri menyaksikan pemuda itu terbaring, perutnya sudah berhari hari tak diisi, kosong.. Bibirnya pecah pecah karena pendaratan kepalan tangan.
=========
Harusnya siang itu dia menjadi orang yang paling bahagia. Ujian prakteknya di tempat les, lulus dengan sempurna. A untuk permainan gitar akustiknya. Tapi semua itu menguap dengan cepat. Di hadapanya ada tiga preman menghadang. Langit mulai menghitam. Sunyi, sepi, dan gelap.
Mereka mendekati sang pemuda. Salah satu dari mereka menarik kerah baju si pemuda. Beberapa butir kancing kemejanya putus. Kakinya naik beberapa inci dari tanah, tertarik tangan kekar yang mencengkeramnya.

“Maaf…” bisik si pemuda. Nafasnya memburu, ketakutan.
“Punya duit? Keluarin! Keluarin semuanya!” hardik orang kekar itu.
“Maaf…” ucap sang pemuda lagi, mempertahankan nafasnya.

Orang kekar itu tak sabar. Dihantamnya perut sang pemuda dengan pukulan keras. Sang pemuda meringis, memegangi perutnya. Tangan kiri orang kekar itu masih mencengkram kerah baju si pemuda. Belum merasa puas, tangan kotor orang kekar itu meninju rusuk kiri si pemuda. Dia menjerit menahan sakit. Perlahan-lahan dia mulai berontak, ditampisnya lengan kekar yang mencengkram kemejanya. Dikumpulkannya sisa tenaga dan memfokuskan pada kepalan tangan. Dihantamnya rahang orang kekar itu. Dua orang kekar lainnya yang sejak tadi hanya menonton, mulai bereaksi. Ditariknya beberapa jumput rambut si pemuda lalu dipukulnya wajah si pemuda hingga darah mengucur dari hidung si pemuda. Dia limbung, matanya berkunang-kunang. Dia melihat satu tangan kekar mendarat di rahangnya. Dia terjatuh. Lalu semuanya menjadi gelap.
...............
Sang pemuda membuka matanya perlahan. Dilihatnya ruangan dingin dan gelap. Tasnya hilang, uang, ponsel, dan dompetnya juga hilang. Bahkan kemeja beserta kaos dalamnya pun ikut hilang. Kini ia hanya bertelanjang dada. Dia berdiri perlahan, kakinya gemetar dan dadanya sesak karena takut. Dia meringis menahan sakit di sekitar wajah. Dia mulai berjalan terseok-seok.
Tiba-tiba seseorang berdeham, pemuda mengedarkan pandangannya. Matanya menangkap sosok samar yang menyandar pada dinding. Langkahnya terhenti. Dia menarik nafas dan menghela perlahan. Mencoba menghilangkan kegugupan.
“Saya mau pulang.” Kata si pemuda dengan samar. Sosok yang menempel pada dinding itu mulai beringsut. “Baru sadar sudah mau pulang. Tamu itu harusnya tahu diri. Seharian tidur, gak tahu malu!” ucap sosok samar itu sambil membuang ludah.

Seharian? Sang pemuda terkejut. Seharian dia terbaring, bagaimana bisa? Dia harus pulang. Orang tuanya pasti cemas. Apa yang diinginkan bajingan-bajingan ini? Tiba-tiba dia limbung, lalu tangannya menempel pada dinding agar tidak jatuh. Dia merasa lemah.
“Saya mau pulang. Biarkan saya pulang!” pinta sang pemuda.
“Rewel! Kamu mau dihajar lagi?” sosok samar itu bangkit dan mendekat. Pelan-pelan profil wajahnya mulai terlihat. Dia salah satu dari tiga orang kekar kemarin.
Dia menendang kaki si pemuda, membuat si pemuda jatuh tersungkur. Diinjaknya telapak tangan si pemuda yang menopang berat tubuh, dijambaknya rambut si pemuda hingga wajah itu langsung menghadap wajahnya. Nafas si pemuda memburu, lelah dengan apa yang telah terjadi kepadanya. Pria kekar meninju perut pemuda hingga nafas pemuda malang itu sesak.
 Lalu seseorang yang terengah engah berlari kearah mereka sambil membawa lentera.
“Kenapa ribut sekali?!” lalu pandangannya jatuh pasa sosok pemuda tampan yang limbung sedang memegangi perutnya yang sakit.
“Kau! Sadar juga kau! Bagun! Berdiri! Ayo berdiri! Dasar lemah!” ucapnya jengkel seraya menarik beberapa jumput rambut si pemuda.
Pemuda itu bangun. Berusaha untuk sadar. .
“Saya lelah. Saya mau pulang…” rengeknya.
“Pulang?! Nih, rasakan!!” pria itu memukul tulang pipi sampai ke hidung si pemuda hingga darah muncrat dari hidungnya. Ditendangnya perut si pemuda hingga dia mengeluarkan sisa sisa makan siangnya di kantin kemarin. Satu kali tendangan lagi cairan bening yang pahit menyusul. Dia masih sadar, merasakan perih dan sakit di sekujur tubuhnya. Matanya berkunang-kunang. Satu pukulan lagi dari pria kekar itu, lalu semuanya kembali menjadi gelap.
……….
Pemuda itu terbaring sendirian di dalam sebuah ruangan kelam. Warna dindingnya tidak kelihatan begitu jelas, hanya ada sedikit cahaya masuk dari kusen kusen pintu yang telah lapuk. Lantai ruangan itu kotor, ditambah bekas tetesan darah dan muntahan isi perut yang telah mengering.
Dengan sisa sisa tenaga yang ada, si pemuda menegakkan tubuhnya, berusaha berdiri. Ia berjalan kearah pintu ruangan, mencoba menendang nendang pintu yang digembok rapat, tapi tenaganya tidak cukup untuk merusak pintu itu. Gagal merusak pintu, ia mencoba kabur melalui jendela. Hasilnya nihil, meski telah lapuk, jendela itu masih dilindungi besi yang kokoh. Pemuda hanya terduduk, ia menendang nendang marah kearah jendela sambil meringis. Dan akhirnya ia menangis, ia tidak tahu lagi harus berbuat apa. Ia tidak tahu bagaimana perasaan orangtuanya. Sudah beberapa hari ia disekap dan dipukuli, dan tak sebutir nasi pun mengisi perutnya. Setes air tidak juga membasahi kerongkongannya. Ia lapar selapar laparnya dan haus sehaus hausnya. 
Usahanya untuk kabur pun gagal terlaksana, yang ada usaha itu malah membuat para pria kekar mendengar bunyi tendangan kaki si pemuda untuk merusak pintu. Pria kekar itu menemui si pemuda, "apa apaan kamu? mencoba kabur?" Hardik si pria botak. "Aku mau pulang, kumohon. Aku lapar, haus, dari kemarin belum makan." Si pemuda itu memohon sambil memegang kaki pria botak. Naik pitam dengan rengekan si pemuda, pria botak melayangkan tinju keras ke kepala pemuda. Satu pukulan cukup, pemuda itu kembali tidak sadarkan diri.
==========
Pria kekar itu menendang-nendang seonggok tubuh yg begitu mengenaskan. Tubuh itu milik sesosok pemuda tampan yang badannya lumayan atletis. Dia tidak mengenakan baju. Kemeja dan kaos yang ia gunakan entah mengapa turut serta diambil pria pria bajingan.  Tubuh pemuda remaja itu lebam disana sini. Wajahnya bengkak akibat pukulan yg terlalu sering. Hidungnya berdarah, ditonjok orang-orang yang kepalan tangannya lebih besar dari dia. Rambut hitamnya menempel dikepala dan menutupi sebagian wajahnya. Badanhya basah, akibat keringat yang berlebihan. Pria kekar itu terus menendang nendang kecil onggokan tubuh yang tersiksa itu. Berusaha membangunkannya dari istirahat yang sama sekali tidak bisa dibilang cukup. Perlahan kelopak mata pemuda itu terbuka.. Dia duduk dan melihat tepat ke arah mata pria kekar itu. Seakan-akan dia menantang. Tapi tidak, dia tak punya nyali untuk menantang. Dilihatnya pria kekar itu membawa bungkusan. Dia meninggikan harapan semoga bungkusan itu berisi makanan. Dia lapar bukan main. Dua hari tanpa makanan. Tenaganya habis. Dia butuh asupan karbohidrat yang cukup banyak saat ini untuk memulihkan tenaganya. Dia juga membutuhkan air. Dia perlu minum, cairan ditubuhnya sudah terkuras menjadi keringat.
”Sarapan pagi untukmu” Pria kekar itu melemparkan bungkusannya. Sang pemuda mengambilnya dengan tangkas. Dibukanya lekas. Dan dia senang bukan main isinya memang makanan dan air. Pria kekar itu tersenyum menghina lalu pergi meninggalkan si pemuda yang makan dengan lahap.
=======
Berkali-kali suara debuman dan jeritan tertahan terdengar dari sebuah ruangan gelap dan kotor. Tiga orang pria kekar tengah memukuli seorang pemuda secara bergiliran. Darah terciprat dilantai. Dua pukulan tepat di punggung si pemuda membuatnya jatuh tersungkur. Lalu dibangunkannya oleh pria kekar lain untuk kemudian dipukuli kembali. Terus begitu berulang-ulang sampai pria kekar yang paling kekar menyodok perutnya. Dia muntah. Mengeluarkan sarapan paginya yang belum sempat dicerna lambung dan usus-ususnya. Muntahan itu mengotori lantai dan kaos butut yang dikenakan pria kekar itu. Kemudian dia dipukuli lagi. Kali ini jauh lebih keras, sang pria kekar yang paling kekar itu tak terima kaosnya dimuntahi. Dia geram, dipukulnya habis-habisan tubuh si pemuda. Si pemuda tak kuat lagi menahan siksaan. Dia pingsan untuk yang kesekian kalinya.
=====
Suara deru mobil membangunkan si pemuda dari pingsannya. Matanya membuka, seketika rasa sakit langsung menyergap badannya. Ia berada diatas lantai besi, lantai besi itu bergerak gerak, sekelilingnya dinding kelam, tapi jauh lebih gelap dari ruang siksa kemarin. Suara mesin membuat ia sadar kalau dia ada di dalam sebuah mobil yang memiliki kotak penyimpanan di belakangnya. Ia terlalu lelah untuk memikirkan apa yang terjadi, bahkan untuk bernafas pun sulit dan hanya pasrah menanti apa yang terjadi. Ia meletakkan tangan kirinya diatas dada, terasa olehnya degupan jantung yang seperti lelah berdetak. Tangan kanan ia letakkan diatas perut, ia rasakan gerak perutnya mengikuti aliran nafas.  

Mobil melaju melintasi perkebunan dan memasuki areal hutan pinus. Jalanan sepi karena tempat itu memang jarang penduduk. Si pemuda menutup matanya lagi, berusaha mengistirahatkan tubuhnya. Darah masih menetes di sudut bibirnya. Sesekali darah itu tidak turun ke dagunya dan malah masuk ke mulutnya. Asin dan amis, dia tidak suka rasa darah. Mobil berhenti di tengah hutan pinus. Tiga orang kekar itu turun. Lalu salah satu dari mereka membuka pintu kotak dan membopong tubuh si pemuda. Dihempaskannya tubuh itu di atas rumput yang masih basah karena embun. "Cek keadaan!" titah si paling kekar. Satu dari mereka berlari ke arah mereka datang. Lalu dia berteriak lantang "Aman!" dan berlari kembali. Pria paling kekar itu mengambil botol kaca kecil yang terselip disaku jaketnya. Diangkatnya botol itu ke udara dan terlihat dengan jelas cairan bening di dalamnya. Dibukanya dengan hati-hati lalu ditegukkan ke mulut si pemuda yang dengan pasrah menelan cairan bening yang agak asam itu melewati kerongkongannya. Tiba-tiba dia merasa tubuhnya panas. Rasa sakit yang dahsyat menyerangnya. Dia merintih-rintih minta belas kasihan. Bibirnya menjadi pucat. Matanya terpejam erat melawan rasa sakit. "Hentikan...kumohon...tolong hentikan rasa sakit ini!" rengeknya kepada pria paling kekar. Alih-alih menghentikan penyiksaan pada si pemuda, orang kekar itu mengeluarkan sebilah pisau dari saku jaket. Mata pisau itu dia lumuri cairan bening dari dibotol lainnya. Disayatnya lengan kanan bawah si pemuda yang membuat pemuda itu membuka matanya lebar-lebar dan menjerit kesakitan. Belum puas, dia kembali membasahi pisau dengan racun lalu menggores kulit perut si pemuda, dia menyayat melintang, dari sisi kanan perut tengah. Sayatan pisau beracun melewati pusar dan si pemuda berteriak sejadi jadinya. Ia begitu kesakitan.  Darah mengucur di perut dan di lengannya, nafasnya tersengal. Racun di dalam perut seolah membakar ususnya. Keringat yang membasahi badan mengenai sayatan di tangan dan perut menambah rasa sakit dan derita yang ia alami. Pria paling kekar itu tertawa, lalu meminum beberapa teguk air mineral dan kemudian meludahkan air itu kearah pemuda yang masih menjerit kesakitan. Pria kekar itu berlari kembali memasuki mobil dengan kawanannya. Mobil menderu dan pergi menjauh.
Si pemuda yang terus menjerit kesakitan perlahan mulai kehilangan energinya, matanya kabur, sakitnya semakin jadi. Pandangannya buram ia terkapar 

bersambung...............

@soniindrayana , @aa31_

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...