Pemuda itu
menggelimpang, badannya bertelanjang dada. Celana jeans yang ia pakai sudah
kelihatan lusuh. Umurnya terlihat masih sangat belia, kira-kira 16 tahun, tapi
postur badannya lumayan. Muka pemuda itu bonyok, lebam di hajar pukulan orang
yang keras. Kondisinya begitu lemas, badannya sehabis dipukuli oleh dua orang
pria kekar yang sedari tadi berdiri menyaksikan pemuda itu terbaring, perutnya
sudah berhari hari tak diisi, kosong.. Bibirnya pecah pecah karena pendaratan
kepalan tangan.
=========
Harusnya siang
itu dia menjadi orang yang paling bahagia. Ujian prakteknya di tempat les,
lulus dengan sempurna. A untuk permainan gitar akustiknya. Tapi semua itu
menguap dengan cepat. Di hadapanya ada tiga preman menghadang. Langit mulai
menghitam. Sunyi, sepi, dan gelap.
Mereka
mendekati sang pemuda. Salah satu dari mereka
menarik kerah baju si pemuda. Beberapa butir kancing kemejanya putus. Kakinya naik
beberapa inci dari tanah, tertarik tangan kekar yang mencengkeramnya.
“Maaf…” bisik si
pemuda. Nafasnya memburu, ketakutan.
“Punya duit?
Keluarin! Keluarin semuanya!” hardik orang kekar itu.
Orang kekar itu
tak sabar. Dihantamnya perut sang pemuda dengan pukulan keras. Sang pemuda
meringis, memegangi perutnya. Tangan kiri orang kekar itu masih mencengkram
kerah baju si pemuda. Belum merasa puas, tangan kotor orang kekar itu meninju
rusuk kiri si pemuda. Dia menjerit menahan sakit. Perlahan-lahan dia mulai
berontak, ditampisnya lengan kekar yang mencengkram kemejanya. Dikumpulkannya
sisa tenaga dan memfokuskan pada kepalan tangan. Dihantamnya rahang orang
kekar itu. Dua orang kekar lainnya yang sejak tadi hanya menonton, mulai
bereaksi. Ditariknya beberapa jumput rambut si pemuda lalu dipukulnya wajah si
pemuda hingga darah mengucur dari hidung si pemuda. Dia limbung, matanya
berkunang-kunang. Dia melihat satu tangan kekar mendarat di rahangnya. Dia
terjatuh. Lalu semuanya menjadi gelap.
...............
Sang pemuda membuka matanya perlahan. Dilihatnya ruangan dingin dan gelap. Tasnya hilang, uang, ponsel, dan dompetnya juga hilang.
Bahkan kemeja beserta kaos dalamnya pun ikut hilang. Kini ia hanya bertelanjang
dada. Dia berdiri perlahan, kakinya gemetar dan dadanya sesak karena takut. Dia
meringis menahan sakit di sekitar wajah. Dia mulai berjalan terseok-seok.
Tiba-tiba seseorang berdeham, pemuda mengedarkan pandangannya. Matanya
menangkap sosok samar yang menyandar pada dinding. Langkahnya terhenti. Dia
menarik nafas dan menghela perlahan. Mencoba menghilangkan kegugupan.
“Saya mau pulang.” Kata si pemuda dengan samar. Sosok yang menempel pada dinding itu
mulai beringsut. “Baru sadar sudah mau pulang. Tamu itu harusnya tahu diri. Seharian
tidur, gak tahu malu!” ucap sosok samar itu sambil membuang ludah.
Seharian? Sang pemuda terkejut. Seharian dia terbaring, bagaimana bisa?
Dia harus pulang. Orang tuanya pasti cemas. Apa yang diinginkan
bajingan-bajingan ini? Tiba-tiba dia limbung, lalu tangannya menempel pada
dinding agar tidak jatuh. Dia merasa lemah.
“Saya mau pulang. Biarkan saya pulang!” pinta sang pemuda.
“Rewel! Kamu mau dihajar lagi?” sosok samar itu bangkit dan mendekat.
Pelan-pelan profil wajahnya mulai terlihat. Dia salah satu dari tiga orang
kekar kemarin.
Dia menendang kaki si pemuda, membuat si pemuda jatuh tersungkur.
Diinjaknya telapak tangan si pemuda yang menopang berat tubuh, dijambaknya
rambut si pemuda hingga wajah itu langsung menghadap wajahnya. Nafas si pemuda
memburu, lelah dengan apa yang telah terjadi kepadanya. Pria kekar meninju
perut pemuda hingga nafas pemuda malang
itu sesak.
Lalu seseorang yang terengah engah
berlari kearah mereka sambil membawa lentera.
“Kenapa ribut sekali?!” lalu pandangannya jatuh pasa sosok pemuda tampan
yang limbung sedang memegangi perutnya yang sakit.
“Kau! Sadar juga kau! Bagun! Berdiri! Ayo berdiri! Dasar lemah!” ucapnya
jengkel seraya menarik beberapa jumput rambut si pemuda.
Pemuda itu bangun. Berusaha untuk sadar. .
“Saya lelah. Saya mau pulang…” rengeknya.
“Pulang?! Nih, rasakan!!” pria itu memukul tulang pipi sampai ke hidung
si pemuda hingga darah muncrat dari hidungnya. Ditendangnya perut si pemuda
hingga dia mengeluarkan sisa sisa makan siangnya di kantin kemarin. Satu kali
tendangan lagi cairan bening yang pahit menyusul. Dia masih sadar, merasakan
perih dan sakit di sekujur tubuhnya. Matanya berkunang-kunang. Satu pukulan
lagi dari pria kekar itu, lalu semuanya kembali menjadi gelap.
……….
Pemuda
itu terbaring sendirian di dalam sebuah ruangan kelam. Warna dindingnya tidak
kelihatan begitu jelas, hanya ada sedikit cahaya masuk dari kusen kusen pintu
yang telah lapuk. Lantai ruangan itu kotor, ditambah bekas tetesan darah dan
muntahan isi perut yang telah mengering.
Dengan
sisa sisa tenaga yang ada, si pemuda menegakkan tubuhnya, berusaha berdiri. Ia
berjalan kearah pintu ruangan, mencoba menendang nendang pintu yang digembok
rapat, tapi tenaganya tidak cukup untuk merusak pintu itu. Gagal merusak pintu,
ia mencoba kabur melalui jendela. Hasilnya nihil, meski telah lapuk, jendela
itu masih dilindungi besi yang kokoh. Pemuda hanya terduduk, ia menendang
nendang marah kearah jendela sambil meringis. Dan akhirnya ia menangis, ia
tidak tahu lagi harus berbuat apa. Ia tidak tahu bagaimana perasaan
orangtuanya. Sudah beberapa hari ia disekap dan dipukuli, dan tak sebutir nasi
pun mengisi perutnya. Setes air tidak juga membasahi kerongkongannya. Ia lapar
selapar laparnya dan haus sehaus hausnya.
Usahanya
untuk kabur pun gagal terlaksana, yang ada usaha itu malah membuat para pria
kekar mendengar bunyi tendangan kaki si pemuda untuk merusak pintu. Pria kekar
itu menemui si pemuda, "apa apaan kamu? mencoba kabur?" Hardik si
pria botak. "Aku mau pulang, kumohon. Aku lapar, haus, dari kemarin belum
makan." Si pemuda itu memohon sambil memegang kaki pria botak. Naik pitam
dengan rengekan si pemuda, pria botak melayangkan tinju keras ke kepala pemuda.
Satu pukulan cukup, pemuda itu kembali tidak sadarkan diri.
==========
Pria
kekar
itu menendang-nendang seonggok tubuh yg begitu mengenaskan. Tubuh itu
milik sesosok pemuda tampan yang badannya lumayan atletis. Dia tidak
mengenakan baju. Kemeja dan kaos yang ia gunakan entah mengapa turut
serta diambil pria pria bajingan. Tubuh pemuda remaja itu lebam disana
sini. Wajahnya bengkak
akibat pukulan yg terlalu sering. Hidungnya berdarah, ditonjok
orang-orang yang
kepalan tangannya lebih besar dari dia. Rambut hitamnya menempel
dikepala dan
menutupi sebagian wajahnya. Badanhya basah, akibat keringat yang
berlebihan. Pria
kekar itu terus menendang nendang kecil onggokan tubuh yang tersiksa
itu.
Berusaha membangunkannya dari istirahat yang sama sekali tidak bisa
dibilang
cukup. Perlahan kelopak mata pemuda itu terbuka.. Dia duduk dan melihat
tepat
ke arah mata pria kekar itu. Seakan-akan dia menantang. Tapi tidak, dia
tak
punya nyali untuk menantang. Dilihatnya pria kekar itu membawa
bungkusan. Dia
meninggikan harapan semoga bungkusan itu berisi makanan. Dia lapar bukan
main. Dua
hari tanpa makanan. Tenaganya habis. Dia butuh asupan karbohidrat yang
cukup
banyak saat ini untuk memulihkan tenaganya. Dia juga membutuhkan air.
Dia perlu
minum, cairan ditubuhnya sudah terkuras menjadi keringat.
”Sarapan pagi untukmu” Pria kekar itu melemparkan bungkusannya. Sang pemuda mengambilnya dengan tangkas. Dibukanya lekas. Dan dia senang bukan main isinya memang makanan dan air. Pria kekar itu tersenyum menghina lalu pergi meninggalkan si pemuda yang makan dengan lahap.
”Sarapan pagi untukmu” Pria kekar itu melemparkan bungkusannya. Sang pemuda mengambilnya dengan tangkas. Dibukanya lekas. Dan dia senang bukan main isinya memang makanan dan air. Pria kekar itu tersenyum menghina lalu pergi meninggalkan si pemuda yang makan dengan lahap.
=======
Berkali-kali
suara debuman dan jeritan tertahan terdengar dari sebuah ruangan gelap dan
kotor. Tiga orang pria kekar tengah memukuli seorang pemuda secara bergiliran.
Darah terciprat dilantai. Dua pukulan tepat di punggung si pemuda membuatnya
jatuh tersungkur. Lalu dibangunkannya oleh pria kekar lain untuk kemudian
dipukuli kembali. Terus begitu berulang-ulang sampai pria kekar yang paling
kekar menyodok perutnya. Dia muntah. Mengeluarkan sarapan paginya yang belum
sempat dicerna lambung dan usus-ususnya. Muntahan itu mengotori lantai dan kaos
butut yang dikenakan pria kekar itu. Kemudian dia dipukuli lagi. Kali ini jauh
lebih keras, sang pria kekar yang paling kekar itu tak terima kaosnya
dimuntahi. Dia geram, dipukulnya habis-habisan tubuh si pemuda. Si pemuda tak
kuat lagi menahan siksaan. Dia pingsan untuk yang kesekian kalinya.
=====
Suara
deru mobil membangunkan si pemuda dari pingsannya. Matanya membuka, seketika
rasa sakit langsung menyergap badannya. Ia berada diatas lantai besi, lantai
besi itu bergerak gerak, sekelilingnya dinding kelam, tapi jauh lebih gelap
dari ruang siksa kemarin. Suara mesin membuat ia sadar kalau dia ada di dalam
sebuah mobil yang memiliki kotak penyimpanan di belakangnya. Ia terlalu lelah
untuk memikirkan apa yang terjadi, bahkan untuk bernafas pun sulit dan hanya
pasrah menanti apa yang terjadi. Ia meletakkan tangan kirinya diatas dada,
terasa olehnya degupan jantung yang seperti lelah berdetak. Tangan kanan ia letakkan
diatas perut, ia rasakan gerak perutnya mengikuti aliran nafas.
Mobil melaju melintasi perkebunan dan memasuki
areal hutan pinus. Jalanan sepi karena tempat itu memang jarang penduduk. Si
pemuda menutup matanya lagi, berusaha mengistirahatkan tubuhnya. Darah masih
menetes di sudut bibirnya. Sesekali darah itu tidak turun ke dagunya dan malah
masuk ke mulutnya. Asin dan amis, dia tidak suka rasa darah. Mobil berhenti di
tengah hutan pinus. Tiga orang kekar itu turun. Lalu salah satu dari mereka
membuka pintu kotak dan membopong tubuh si pemuda. Dihempaskannya tubuh itu di
atas rumput yang masih basah karena embun. "Cek keadaan!" titah si paling
kekar. Satu dari mereka berlari ke arah mereka datang. Lalu dia berteriak
lantang "Aman!" dan berlari kembali. Pria paling kekar itu mengambil
botol kaca kecil yang terselip disaku jaketnya. Diangkatnya botol itu ke udara
dan terlihat dengan jelas cairan bening di dalamnya. Dibukanya dengan hati-hati
lalu ditegukkan ke mulut si pemuda yang dengan pasrah menelan cairan bening yang
agak asam itu melewati kerongkongannya. Tiba-tiba dia merasa tubuhnya panas.
Rasa sakit yang dahsyat menyerangnya. Dia merintih-rintih minta belas kasihan. Bibirnya menjadi pucat. Matanya terpejam erat
melawan rasa sakit. "Hentikan...kumohon...tolong hentikan rasa sakit
ini!" rengeknya kepada pria paling kekar. Alih-alih menghentikan
penyiksaan pada si pemuda, orang kekar itu mengeluarkan sebilah pisau dari saku
jaket. Mata pisau itu dia lumuri cairan bening dari dibotol lainnya.
Disayatnya lengan kanan bawah si pemuda yang membuat pemuda itu membuka matanya
lebar-lebar dan menjerit kesakitan. Belum puas, dia kembali membasahi pisau
dengan racun lalu menggores kulit perut si pemuda, dia menyayat melintang, dari
sisi kanan perut tengah. Sayatan pisau beracun melewati pusar dan si pemuda
berteriak sejadi jadinya. Ia begitu kesakitan. Darah mengucur di perut dan di lengannya,
nafasnya tersengal. Racun di dalam perut seolah membakar ususnya. Keringat yang
membasahi badan mengenai sayatan di tangan dan perut menambah rasa sakit dan
derita yang ia alami. Pria paling kekar itu tertawa, lalu meminum beberapa teguk air mineral dan kemudian meludahkan air itu kearah pemuda yang masih menjerit kesakitan. Pria kekar itu berlari kembali memasuki
mobil dengan kawanannya. Mobil menderu dan pergi menjauh.
Si
pemuda yang terus menjerit kesakitan perlahan mulai kehilangan energinya,
matanya kabur, sakitnya semakin jadi. Pandangannya buram ia terkapar
bersambung...............
@soniindrayana , @aa31_
No comments:
Post a Comment