Selamat datang di Sajak Sahabat, Sebuah Coretan Kecil Tentang Mimpi dan Kehidupan

Tuesday 12 July 2011

Tanpa Cinta

Laila dan Dina merupakan sahabat karib, mereka bersaudara yang dipersatukan bukan dengan darah, melainkan dengan ikatan. Saat keduanya sama sama mengandung, Laila ingin jika anaknya nanti bisa dinikahkan dengan anak sahabatnya Dina, jika anak mereka berbeda jenis kelamin. Singkat cerita, pada akhirnya mereka mempunyai anak, Laila dikaruniai seorang anak perempuan yang ia beri nama Fahimah sedangkan sedangkan Dina mempunyai anak lelaki yang bernama Afsar.

Saat Afsar berusia 5 tahun, Dina memutuskan untuk pindah ke kota mengikuti suaminya yang pindah tugas, meninggalkan Laila dan Fahimah di desa.

Waktu terus berlalu, kedua anak itu mulai beranjak remaja, Fahimah bersekolah di sebuah pesantren Islam dan Afsar mendapat beasiswa untuk menuntut ilmu di Al-Azhar, Mesir.

Beberapa tahun berselang, Afsar menyelesaikan pendidikannya dan kembali ke Tanah Air, Ibunya Dina menyampaikan keinginan hatinya untuk menjodohkan putranya dengan Fahimah, anak sobat sejatinya Laila. Afsar sangat patuh kepada ibunya, bahkan nyaris tak pernah ia menolak permintaan ibunya, sebenarnya ia telah jatuh cinta kepada seorang wanita Mesir, dan ia bermaksud memperlihatkan foto wanita itu kepada Ibunya, namun besarnya keinginan sang ibu mempersatukan dirinya dengan Fahimah membuat ia mengubur dalam dalam impiannya, Afsar sungguh tak ingin mengecewakan dan menolak permintaan ibunya.


Setelah melalui berbagai proses Afsar dan Fahimah akhirnya menikah, saat malam pertama Afsar menyampaiakan sesuatu kepada Fahimah, “aku menikahi mu bukan dengan dasar cinta, melainkan karena  rasa sayang ku pada ibuku, ketahuilah itu”. Fahimah menjawab “tidak apa apa bang, aku ikhlas dan semoga aku bisa menunaikan tugasku sebagai istrimu”. Pernikahan mereka tidak berjalan harmonis, bahkan setelah dua bulan menikah, Afsar belum satu kalipun memberikan nafkah bathin kepada istrinya, hingga pada suatu hari Fahimah memohon kepada suaminya agar ia diberikan haknya sebagai seorang istri “bang, kapan abang akan menyentuhku ? kita sudah menikah dan aku butuh nafkah bathinmu, Apa kata orangtua kita jika mereka tahu bahwa kita belum pernah bersentuhan satu kalipun. Kumohon bang, tunaikanlah kewajibanmu sebagai seorang suami.”. Dengan hati yang berat Afsar akhirnya mengabulkan keinginan Fahimah.

Beberapa bulan kemudian, Fahimah dinyatakan hamil. Namun tak sedikitpun timbul rasa perhatian dan cinta suaminya, pada saat usia kandungannya mencapai usia tujuh bulan, Fahimah memutuskan untuk sementara waktu tinggal di rumah orangtuanya agar ada orang yang bisa membantu proses kehamilannya ia berpamitan kepada suaminya “bang, daripada disini abang tidak memperhatikanku, lebih baik aku tinggal di rumah orangtuaku untuk sementara waktu, kalau abang ingin melihat dan mengunjungiku pakai saja uang yang aku tinggalkan di bawah pakaian dalam lemari.”

………………………..

Suatu hari Afsar bertemu dengan temannya semasa di Mesir, Hafiz. Ia pernah mendengar kabar bahwa Hafiz menikah dengan seorang wanita Mesir yang disukai Afsar. “Hafiz sahabatku, bagaimana keadaanmu? sudah lama aku tak berjumpa denganmu.” “alhamdulillah aku sehat,  dirimu sendiri bagaimana ?” “Alhamdulilah aku juga dalam keadaan baik baik saja. Ku dengar kau menikah dengan Naura, orang yang dulu sangat aku idolakan itu. Ooh pasti hidupmu sangat bahagia.” Dengan wajah sendu Hafiz memberikan penjelasan terhadap argumen Afsar “mungkin hidupku akan lebih bahagia jika aku tidak menikah dengannya, ia bukan wanita baik baik Sar, dia telah menghabiskan uangku dan membuat usaha ku bangkrut, ia malah memasukkan aku kedalam penjara karena aku difitnah telah melakukan kekerasan. Sungguh beruntung dirimu yang menikah dengan Fahimah, dia temanku semasa di pesantren, wanita itu sangat solehah.” Airmata bercucuran dari mata Hafiz menjelaskan kepada Afsar.

Dengan tubuh gemetar Afsar teringat akan istrinya, Fahimah yang telah ia sia siakan selama 10 bulan, dan tidak ia perhatikan selama tujuh bulan kehamilan istrinya.  Afsar pulang kerumah, 2 bulan telah berlalu setelah Fahimah pulang ke rumah orangtuanya. Ia ingat uang yang dibawah pakaian di lemari yang sengaja ditinggalkan Fahimah agar sang suami mengunjunginya. Disana ia melihat sebuah diary yang ditulis oleh istrinya, ia buka selembar demi selembar diary itu dan membaca isinya, Afsar tak kuasa menahan derai airmatanya saat membaca kata kata tulus dan do’a Fahimah untuk suaminya yang sama sekali tidak mencintainya. Bergegas ia menuju ketempat orangtua fahimah, disana ia bertemu dengan Suci, kerabat Fahimah. “dimana istriku?” Tanya Afsar dengan airmata penyesalan di pipinya. “Sar, beberapa hari terakhir kami beberapa kali menghubungimu, namun tak satupun nomor telepon yang bisa kami hubungi, empat hari yang lalu istrimu melahirkan bayi perempuan yang amat cantik, putrimu.” “benarkah, dimana anakku sekarang dan dimana pula istriku?” “anakmu kini ada dirumah orangtua Fahimah." "Istriku ada dimana?" tanya Afsar lagi "saat melahirkan, istrimu mengalamai pendarahan pada organ bagian dalam tubuhnya, lukanya sangat parah, para dokter sudah berusaha sekuat tenaga mengobatinya, tapi apadaya, Allah berkata lain, nyawanya tidak tertolong.”



Mendengar cerita Suci, Afsar tersungkur  sambil menangis tersedu sedu menyesali diri yang telah menzhalimi istrinya. Tubuhnya bagaikan dihantam bebatuan keras dan airmata nya mengalir deras. Suara tangisannya tak mampu melukiskan betapa besar rasa penyesalan





“Apabila kamu menalak istri-istrimu, lalu mereka mendekati akhir idahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang makruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang makruf (pula). Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudaratan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barang siapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat lalim terhadap dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah sebagai permainan. Dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al Kitab (Al Qur’an) dan Al Hikmah (As Sunah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. Dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”  (QS. Al-Baqarah: 231)

-Soni Indrayana-

1 comment:

Honey said...

hiks.. Kasihan kisahnya...

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...